Biografi Rocky Gerung, Sang Profesor Akal Sehat

Rocky Gerung akrab disapa dengan gelar profesor karena kecerdasannya dalam mengungkapkan argumen dan hasil pemikiran yang bisa dikatakan setingkat profesor. Siapa sangka bahwa pendidikan yang ia ditempuh hanya sampai tingkat sarjana.

Dikenal sebagai seseorang yang kritis dan terang–terangan dalam memberikan komentar atau pendapat di media membuat ia dikagumi oleh banyak orang. Namun, karena komentarnya yang terlalu terang – terangan tersebut tidak sedikit orang membencinya.

Rocky Gerung seorang akademisi, peneliti, filsuf, penulis, narasumber, pengamat politik, juga pernah mengajar disalah satu universitas terbaik di Indonesia.

Biografi Rocky Gerung

Nama Lengkap Rocky Gerung
Kebangsaan Indonesia
Tempat Lahir Manado, Sulawesi Utara
Tanggal Lahir 20 Januari 1959
Pendidikan Terakhir S1 Filsafat Universitas Indonesia
Profesi Utama Akademisi, Peneliti, Filsuf, Penulis, Narasumber, Pengamat Politik, Pengajar

1. Kehidupan dan Karier

Bercerita tentang masa kecilnya, ia lebih menyukai pelajaran–pelajaran yang pasti atau ilmu pasti seperti matematika dan fisika karena ayahnya memang seorang pengajar matematika. Menjadi seorang filsuf memang sudah terlihat dari ia sejak kecil, terbukti dengan hobinya membaca buku–buku filsuf seperti Pedang Rajawali, Kho Ping Ho, dan beberapa buku lainnya.

Debat juga memang sudah ia sukai sejak kecil. Ia pun mengakui bahwa teman temannya terkadang merasa terganggu dengan keberadaanya. Seperti anak kecil lainnya, ia juga pernah melakukan kenakalan–kenakalan seperti memalsukan tanda tangan orang tua di raport sampai orang tuanya dipanggil ke sekolah.

Didikan orang tua juga mempengaruhi kehidupan ia saat ini. Ia berkata bahwa orang tuanya memang sudah mengajarkan untuk terbuka sehingga membuat ia menjadi sosok yang begitu terang –terangan saat ini, egaliter dan disiplin juga melekat dalam dirinya. Hal tersebut memang ciri khas dari orang Manado ungkapnya.

[read more]

Namun, ia merupakan sosok yang tidak suka mendengarkan nasehat dari orang lain bahkan saat orang tuanya memberikan nasehat ia terkadang merasa kesal. Kedekatannya dengan orang tua memang kurang karena sejak kecil sudah sering ditinggal bekerja oleh orang tuanya ke luar negeri.

Tinggal di Manado sejak kecil sampai usia SMP, lalu pindah sejak SMA ke Jakarta. Saat diwawancarai dalam sebuah acara televisi, ia sempat ditanyakan mengenai apa yang sebenarnya ia cari di dunia ini. Jawabannya sangat masuk akal bahwa ia belum menemukan apa yang ia cari.

Ia berkata bahwa hidup itu rangkaian possibilities. Jika kita menetapkan tujuan kita dari awal maka kita harus memastikan bahwa itu linear padahal hidup kita itu tidak linear. Ia merasa jika hidupnya linear, itu tidak nikmat karena ia menginginkan hidup yang zig – zag agar tidak monoton. Namun, bukan berarti hidup yang ia lalui selama ini tidak memiliki tujuan tetapi sebenarnya kehidupan zig – zag itu merupakan tujuan hidupnya.

Setelah menyelesaikan study sebagai sarjana filsafat, ia diminta untuk mengajar filsafat oleh Professor Filsafat UI. Ia pun menerima tawaran tersebut, lalu mengambil beberapa mata kuliah. Namun, kegiatan ini terus saja berlanjut sampai akhirnya ia membuka sekitar 15 mata kuliah baru karena tidak ada orang yang berani membuka mata kuliah tersebut. Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengajar ilmu filsafat.

Ia pun mengajar dengan modal belajar sendiri dan yang paling menakjubkan adalah ia mengajar dari mulai S1 sampai dengan S3. Saat itu, tidak ada yang mempermasalahkan latar belakang pendidikannya. Ia juga berpikir memang apa masalahnya jika seorang lulusan S1 mengajar mahasiswa S3, jika memang ilmunya mumpuni apa boleh buat.

Salah satu artis Indonesia pernah menjadi mahasiswa bimbingannya yaitu Dian Sastrowardoyo atau akrab dengan sebutan Dian Sastro. Saat Dian maju untuk skripsi pernah timbul gosip seakan–akan seorang ahli filsuf ini meninggikan nilainya karena ia seorang artis. Akhirnya, Rocky meminta untuk ujian Dian Sastro dibuka untuk semua mahasiswa dan umum. Bahkan saat itu wartawan banyak yang datang untuk meliputnya.

Ia berkata bahwa Dian Sastro ini memang pintar, jika dia bodoh maka dia tidak akan bisa menjawab pertanyaan–pertanyaan yang dilontarkan. Saat itu memang dosem pembimbing memiliki hak untuk memberikan penilaian, namun ia tidak ingin memberikan penilaian dan meminta untuk para penguji saja yang memberikan nilainya. Akhirnya terbukti bahwa Dian Satro itu memang pintar dan penelitiannya pun cukup sulit. Hal ini membuat gosip tersebut akhirnya tenggelam.

Feminisme merupakan hal yang paling menarik bagi Rocky. Feminisme merupakan filsafat yang egaliter yang berupaya untuk melucuti arogansi pikiran laki–laki, karena pada zaman dulu perempuan dianggap tidak bisa berpikir.

Ia bercerita bahwa pernah ada kasus di Italia, seorang wanita ingin maju menjadi dokter tetapi dihambat karena dia seorang wanita. Biasanya laki–laki diuji oleh empat orang dokter saja dan selesai dalam waktu dua jam. Namun, wanita ini diuji oleh 1000 dokter selama waktu 30 hari. Wanita tersebut menyanggupinya dan akhirnya ia lulus. Kasus ini membuktikan bahwa wanita juga bisa berpikir bahkan lebih baik daripada laki–laki karena lulus dengan pengujian 1000 dokter dibanding dengan pengujian 4 dokter. Hal tersebut yang mendorong Rocky untuk membuka mata kuliah mengenai feminisme karena banyak dosen juga yang menganggap bahwa perempuan tidak bisa berpikir.

Rocky mulai mengajar di UI dari tahun 2000 dan berhenti setelah keluarnya UU No. 14 tahun 2005 yang berisi tentang persyaratan seorang dosen yaitu minimal memiliki gelar magister sedangkan ia sendiri hanya seorang lulusan sarjana tetapi dapat mengajar S1 sampai dengan S3 yang tentu saja sangat bertentangan dengan UU tersebut. Akhirnya, ia berhenti menjadi dosen pada tahun 2015.

Ia juga mengatakan bahwa tidak pernah mengambil honor selama mengajar di UI karena ia hanya ingin membantu saja. Memang pada awalnya ia diminta mengajar di sana bukan ia yang mendaftar sebagai dosen disana. Ia berpikir bahwa tidak semua orang mampu untuk membayar kuliah, sehingga ia tidak ingin menyusahkan mereka dan apa salahnya untuk membantu orang lain yang susah.

Gelar memang tidak terlalu dipermasalahkan dalam keluarganya, bahkan orang tuanya tidak peduli mau bergelar atau tidak yang terpenting adalah menjalankan kehidupan ini sebaik mungkin dan selalu bermanfaat bagi orang lain. Rocky memiliki seorang adik bernama Grevo gerung yang sudah mendapat gelar profesor karena memang jika dibandingkan dengan dirinya, Prof Grevo lebih teliti dan all out dalam bidangnya.

Prof Grevo menghabiskan waktu untuk belajarnya di Jepang selama 10 sampai 15 tahun hanya untuk meneliti rumput laut. Salah satu rumput laut yang ia temukan kimianya dia beri nama dengan namanya sendiri. Hal tersebut juga diapresiasi oleh dunia internasional.

Mengenai kehidupan pribadi, hanya sedikit media yang menceritakan kisahnya. Siapa sangka bahwa seorang ahli filsuf ini belum memiliki seorang istri sampai sekarang. Padahal jika dilihat dari sisi usia, ia sudah berumur sekitar setengah abad. Menurutnya perkawinan itu indah sebagai fiksi namun buruk sebagai fakta. Sama halnya seperti perempuan, dia indah sebagai fiksi tetapi berbahaya sebagai fakta.

Jika kita mengikuti akun media sosial seorang Rocky Gerung, selain kata mutiara yang selalu ia posting beberapa foto menunjukkan keindahan alam. Ia ternyata memiliki hobi naik gunung karena baginya naik gunung itu untuk menenangkan diri sendiri.

Tidak sedikit orang  yang membenci sosok ahli filsuf yang satu ini. Ia terkenal dengan komentarnya yang terlalu terang–terangan dan bisa membuat beberapa orang merasa sakit hati. Ia terkenal karena sering menjadi narasumber di salah satu program televisi.

Salah satu hal menarik dan menjadi sorotan warganet adalah argumennya mengenai Kitab Suci itu Fiksi. Argumennya tersebut dianggap telah menghina agama. Selain itu, ia juga dikenal sangat kritis terhadap rezim Jokowi.

2. Pendidikan

Kisah hidup Rocky Gerung memang unik, perjalanan pendidikan yang ia tempuh jika digambarkan akan membentuk zig–zag seperti yang ia pernah katakan sebelumnya. Sebenarnya ia tidak ingin orang–orang memanggilnya dengan sebutan Prof, karena sebenarnya ia tidak pernah sekolah sampai S2 dan S3. Namun, orang–orang memang tidak tahu makna sebenarnya Prof itu apa. Bahkan tidak hanya muridnya yang memanggil seperti itu, rekan–rekan pengajarnya pun sering dan kebanyakan memanggil ia dengan sebutan Prof.

Sempat pindah beberapa jurusan dan kampus saat kuliah. Pertama kali ia masuk Fakultas Teknik mengambil jurusan Hubungan Internasional (FISIP UI), lalu pindah dan diterima di Ekonomi UI, pindah lagi dan masuk Fakultas Hukum UI. Sampai pada akhirnya ia menyelesaikan kuliahnya di jurusan Ilmu Filsafat.

Ternyata alasan ia berpindah–pindah jurusan saat kuliah adalah ia hanya ingin mencari ilmu yang memang ia tidak tahu. Ketika merasa ia tahu maka ia memilih untuk meninggalkan dunia perkuliahannya karena beberapa ilmu dianggapnya bisa ia pelajari sendiri. Namun, ia berhasil menyelesaikan pendidikan S1 jurusan Ilmu Filsafat pada tahun 1986 karena memang ilmu tersebut menantang baginya. Ia beranggapan bahwa ilmu filsafat itu rumit dan harus sabar dalam mempelajarinya.

Beberapa orang beranggapan bahwa filsafat itu adalah ilmu yang menyesatkan, ia pun mengakui bahwa ilmu filsafat menyesatkan namun menyesatkan di jalan yang benar. Pandangan radikal selalu datang dari pikiran yang filosofis sehingga filsafat mengajarkan cara membongkar dasar pemikiran tersebut. Hal tersebutlah yang membuat ilmu filsafat menarik bagi seorang Rocky Gerung.

Semua orang menganggap bahwa ijazah itu penting dan harus dimiliki setiap orang, padahal ijazah itu ditentukan oleh negara karena kebutuhan kita untuk bekerja. Tetapi ia berpikir, jika kita ingin sekolah dan membuka pekerjaan untuk apa kita mempunyai ijazah, malah harusnya kita yang menagih ijazah orang lain. Ijazah itu tanda orang pernah bersekolah bukan tanda orang pernah berpikir. Itulah alasannya tidak pernah mengambil ijazah sekolah, bahkan ia tidak pernah wisuda saat lulus perguruan tinggi.

Sebenarnya ia sempat ditawari S2 di luar negeri oleh dosen, lembaga, sponsor tetapi ia menolaknya. Ia hanya akan pergi jika memang ia sangat membutuhkan hal tersebut. Jika hanya ditawari ia tidak ingin menerimanya. Namun, sempat pergi untuk semester pendek di beberapa universitas luar negeri semata–mata hanya kenikmatan dan ingin tahu sendiri saja ucapnya. Jika dianalogikan, ia sudah merasa kenyang jadi untuk apa makan lagi paling hanya ingin cemilan-cemilan saja.

Begitu juga dengan sekolahnya sekarang, ia merasa tidak perlu untuk sekolah lagi karena jika ingin tahu lebih maka belajar saja tapi tidak perlu terikat dengan sekolahnya.

3. Karya Rocky Gerung

Tidak bisa dipungkiri meskipun hanya sebatas sarjana yang ia tempuh, seorang Rocky Gerung telah berkontribusi dalam ilmu filsafat sehingga membuka pandangan orang mengenai ilmu filsafat. Ia aktif dalam membuat paper ilmiah dan jurnal untuk publikasi.

Terdapat lima jurnal yang telah ia buat mulai dari 2007 sampai 2017. Tema yang ia angkat untuk dipublikasikan adalah terkait hak asasi manusia. Selain aktif dalam membuat paper ilmiah dan jurnal, ia telah membuat dua buku yang banyak dijadikan sebagai referensi terutama bagi mahasiswa khususnya ilmu sosial politik. Buku pertama dibuat pada tahun 1991 bersama dengan Budi Murdono dan Brian Fay. Ia dan rekannya menulis buku dengan judul Teori Sosial dan Praktek Politik. Buku kedua yang berjudul “Hak Asasi Manusia: Teori, Hukum, Kasus” terbit pada tahun 2006 yang ditulis bersama Saraswati.

Menarik bukan kehidupan seorang Rocky Gerung? Ambilah sisi positif kehidupannya agar bisa dipraktekan dalam kehidupan kita dan jadikan sebuah pelajaran untuk hal yang tidak baiknya.

 

Editor:

Mega Dinda Larasati

[/read]