Biografi Munir Said Thalib Sang Pejuang HAM Indonesia

“Munir Said Thalib atau yang lebih akrab disapa Munir adalah seorang pejuang HAM yang hingga akhir hayatnya tetap konsisten untuk memperjuangkan hak-hak sipil.”

Semasa hidupnya, Munir telah banyak membela dan mengungkap kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia.

Yuk simak informasi di bawah ini hingga habis karena akan dijelaskan mengenai kisah hidup Munir yang berhasil menginspirasi banyak orang.

Biografi Munir Said Thalib seorang Aktivis

Nama Lengkap Munir Said Thalib
Kebangsaan Indonesia
Tempat lahir Batu, Malang
Tanggal lahir 8 Desember 1965
Profesi utama Aktivis HAM
Penghargaan atau prestasi
  • Masuk dalam daftar Seratus Tokoh Indonesia abad XX menurut Majalah Forum Keadilan.
  • Man of The Year menurut Majalah Ummat pada tahun 1998.
  • Mendapatkan Suardi Tasrif Awards dari Aliansi Jurnalis Independen pada tahun 1998.
  • Mendapatkan Serdadu Awards dari Organisasi Seniman dan Pengamen Jalanan Jakarta pada tahun 1998.
  • Mendapatkan Yap Thiam Hien Award pada tahun 1998.
  • Masuk dalam daftar Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru menurut Majalah Asiaweek pada tahun 1999.
  • Mendapatkan Right Livelihood Award, yaitu penghargaan pengabdian di bidang kemajuan HAM dan kontrol sipil terhadap militer pada tahun 2000 di Swedia.
  • Mendapatkan Mandanjeet Singh Prize, UNESCO pada tahun 2000.
  • Dan masih banyak lagi penghargaan lain.

Munir adalah pria keturunan Arab serta merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara hasil pasangan Said Thalib dan Jamilah.

Pendidikan

Munir pernah berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang dan di sana ia menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa pada tahun 1988.

Masih di tahun yang sama Ia juga menjabat sebagai anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir, Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum, Sekretaris Al-Irsyad cabang Malang, dan anggota Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI.

Pada tahun 1989 ia menjadi Koordinator Wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia.

[read more]

Karier

Munir mengawali kariernya pada tahun 1989 sebagai relawan di LBH atau Lembaga Bantuan Hukum di Surabaya.

Pada tahun 1996, ia diangkat menjadi Direktur LBH Semarang.

Selain itu, ia juga mempunyai beberapa jabatan di YLBHI atau Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia hingga mendirikan KontraS atau Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan.

Kemudian menjadi Direktur Eksekutif Impersial dan itu menjadi jabatan terakhirnya.

Munir mulai dikenal masyarakat saat ia menjadi salah satu pejuang untuk orang hilang yang diculik oleh Tim Mawar Kopassus.

Ada beberapa kasus besar yang ditangani Munir seperti kasus Araujo dalam tuduhan pemisahan timor Timur dari Indonesia, kasus pembunuhan Marsinah, kasus hilangnya mahasiswa dan aktivis di Jakarta, kasus George Junus Aditjondro, kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, kasus pembunuhan di Tanjung Priok, dan masih banyak lagi.

Saat mengungkapkan kasus-kasus ini, Munir tidak hanya menerima banyak pujian tetapi juga kebencian.

Ada banyak tekanan dan teror yang terus menghantuinya.

Hingga pada tanggal 7 September 2004, Munir dinyatakan tewas saat terbang menuju Amsterdam.

Pada tanggal 12 November 2004, polisi Belanda menemukan jejak senyawa arsenikum setelah dilakukan otopsi pada jenazah Munir.

Jenazahnya pun akhirnya dimakamkan di Taman Makam Umum Kota Batu.

Tanggal kematian Munir dicanangkan oleh aktivis HAM sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

 

Bagaimana, sudah terinspirasi belum?

Jika ingin mengetahui banyak kenangan Munir sebagai aktivis HAM, Anda bisa berkunjung ke Museum Omah Munir yang lokasinya ada di Malang, Jawa Timur.

[/read]