Apakah Anda tahu, bahwa negeri ini memiliki tokoh aktivis yang berhasil menjatuhkan rezim Orde Baru? Apakah Anda juga tahu bahwa tokoh ini juga seringkali mampu menarik perhatian publik lantaran kritik pedasnya terhadap beberapa rezim pemerintahan? Ya, dialah Adian Napitupulu, salah satu aktivis pedas yang memiliki peran penting pada masa Orde Baru dan Reformasi.
Kritikan pedasnya seringkali menuai kontroversi di media sosial.
Lalu, apa sebenarnya peranannya di dunia politik Indonesia?
Simak dengan baik artikel berikut ini ya.
Nama Lengkap | Adian Yunus Yusak Napitupulu, SH |
Kebangsaan | Indonesia |
Tempat Lahir | Manado, Sulawesi Utara |
Tanggal Lahir | 9 Januari 1971 |
Pendidikan Terakhir | Sarjana Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), Cawang, Jakarta |
Profesi Utama | Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang membawahi bidang energi, lingkungan hidup, serta riset dan teknologi. |
Prestasi / Pencapaian |
|
1. Kehidupan Pribadi
Adian Napitupulu memiliki istri bernama Dorothea Eliana Indah W. Pernikahannya dengan Dorothea dikarunia dua orang anak yaitu Achilles Alvaro Adian Napitupulu dan Aurora Alethea Adian Napitupulu. Pria yang sudah tidak asing lagi namanya di kancah politik Indonesia ini selalu tampil ‘nyentrik’ dengan gaya khasnya. Ia kerap kali tampil mengenakan celana jeans lengkap dengan jaket kulit dan sepatu kulit andalannya.
Pria berusia 48 tahun ini lebih memilih bergaya dengan ciri khasnya sendiri dibandingkan dengan mengikuti gaya para wakil rakyat pada umumnya yang identik dengan pakaian yang rapi. Hal yang tak biasa ini diakui kebenarannya oleh istrinya yang memaparkan bahwa Ia sulit menemukan pria lain yang memiliki kepribadian seperti suami kesayangannya itu.
Rupanya, keunikan yang dimiliki oleh Adian membuat Dorothea semakin jatuh hati kepadanya. Tidak hanya itu, Dorothea juga menegaskan bahwa Adian adalah sosok yang konsisten dalam berbicara maupun dalam memilih gaya berpakaian. Menurut sang istri, Adian bukan merupakan orang yang menyukai kepalsuan atau gemar berpura-pura untuk menaikkan ketenarannya di hadapan siapapun.
[read more]
2. Keluarga
Adian Napitupulu terlahir dari pasangan suami-istri bernama Ishak Parluhutan Napitupulu yang merupakan pegawai negeri sipil di Kejaksaan Republik Indonesia dan Soeparti Esther, istrinya. Ayah Adian merupakan salah satu orang penting di Kejaksaan Republik Indonesia karena telah beberapa kali menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri di beberapa kota, seperti Kupang, Barabai, dan Kotamobagu.
Profesi ayahnya yang seringkali berpindah tugas ke beberapa kota membuat Adian sudah terbiasa hidup berpindah-pindah ke kota yang berbeda. Bahkan ketika Ia masih duduk di bangku sekolah dasar, Ia harus menerima kenyataan pahit bahwa ayahnya pergi meninggalkannya tepat pada tahun 1981 saat Ayahnya mulai bekerja di Kejaksaan Agung, Jakarta.
3. Pendidikan Adian Napitupulu
Adian Napitupulu merupakan salah satu siswa yang beruntung kala itu karena berkesempatan mengenyam pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) hingga pendidikan tinggi di salah satu universitas di Ibukota. Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN 01 Ciganjur, Jakarta pada tahun 1979 hingga 1985. Kemudian pada tahun 1985, Ia melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 166 Jakarta dan berhasil lulus pada tahun 1988.
Di tahun yang sama dengan kelulusannya dari SMP Negeri 166 Jakarta, Ia kembali melanjutkan pendidikannya di bangku Sekolah Menengah Atas Negeri 55 Jakarta, hingga akhirnya Ia dapat menamatkannya pada tahun 1991.
Adian kemudian kembali membuka lembaran bukunya di Fakultas Hukum, Universitas Kristen Indonesia pada tahun 1991. Namun, karena selagi masih menjadi mahasiswa pun Ia sudah tertarik menjadi aktivis dan membuatnya sibuk dengan kegiatan aktivisme yang Ia lakukan. Ia pun baru mengenakan toga dan resmi menjadi sarjana hukum pada tahun 2007.
4. Riwayat Organisasi
Pengalaman organisasi Adian dimulai pada tahun 1992 ketika Ia memutuskan untuk bergabung dengan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Tidak lama setelah itu, Ia menggawangi sebuah kelompok diskusi yang Ia beri nama ProDeo pada tahun 1994. Hingga akhirnya aktivitas organisasinya di kampus pun memuncak lantaran dirinya terpilih menjadi Ketua Senat Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) pada tahun 1995. Jabatan tersebut merupakan batu loncatan baginya untuk mulai mengkritisi rezim pemerintahan di Indonesia melalui berbagai gerakan demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa.
Pada tahun 1996, Adian menggawangi pembentukan sebuah posko Pemuda Mahasiswa Pro Megawati yang saat itu berupaya untuk menarik simpati berbagai kalangan masyarakat sebagai bentuk dukungan kepada Megawati Soekarno Putri. Satu tahun kemudian, sang aktivis legendaris ini kembali membentuk sebuah organisasi pemuda Jabodetabek yang diberi nama FORKOT (Forum Kota). Organisasi ini merupakan gabungan dari 16 perguruan tinggi yang mampu menduduki gedung DPR/ MPR RI, Senayan, Jakarta tepat pada 18 Mei 1998. FORKOT merupakan organisasi pergerakan mahasiswa yang memiliki tujuan untuk menumbangkan kekuasaan Orde Baru di Era Reformasi.
Pada tahun 2008, kiprahnya kembali berkibar bersama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera). Bersama LSM yang Ia bentuk tersebut, Adian aktif mengkritisi rezim pemerintahan di Indonesia yang saat itu dijabat oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono. Bendera juga semakin dikenal lantaran aksi mogok makan dan protes pada tahun 2012 yang dilontarkan sebagai wujud solidaritas dan dukungan terhadap kaum buruh.
5. Karir Adian Napitupulu
Aktivis pendukung Jokowi-JK ini mengawali karirnya sebagai buruh pabrik kayu sebelum pada akhirnya Ia dipecat dengan tidak hormat lantaran sudah 5 kali Ia terlibat demonstrasi di pabrik tempatnya bekerja. Bahkan karena aksinya tersebut, Ia sempat ditangkap oleh polisi pada tahun 1991. Setelah tidak lagi bekerja sebagai buruh pabrik, Adian bekerja sebagai kondektur bus PPD dari Jakarta Timur, tepatnya di daerah Depo H Simpang Hek. Selanjutnya, karir politikus fenomenal ini berlanjut dengan dibentuknya Lembaga Bantuan Hukum Nusantara (LBHN) Jakarta.
Melalui LBHN Adian membantu mendampingi warga Desa Cibentang, Parung, Bogor, Jawa Barat, yang merupakan korban SUTET. Akibat aksi heroiknya ini, Adian kembali harus berurusan dengan aparat kepolisian dan kembali mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan berupa penganiayaan secara fisik. Penganiayaan terhadap penggagas FORKOT tersebut tidak hanya berhenti sampai pada tragedi SUTET tersebut.
Kejadian serupa terjadi pada Pemilihan Umum 1997. Ia dianiaya lantaran tidak ingin mengikuti massa partai Golongan Karya pada masa itu untuk menyodorkan jari telunjuk dan jari tengahnya yang dianalogikan sebagai simbol partai Golkar. Setelah tragedi tidak berperikemanusiaan tersebut, Adian mulai berpindah-pindah kantor tidak lagi menetap di kantor LBHN lantaran situasi politik kala itu sudah mulai tidak sehat dan tidak stabil.
Meskipun begitu, Ia tetap melanjutkan karirnya sebagai konsultan hukum, KOTA Law Office. Akhirnya pada tahun 2009, Ia melabuhkan perjalanan karirnya dengan mendaftarkan dirinya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Namun saat itu Ia gagal melenggang di Senayan dan menduduki kursi DPR RI. Lima tahun setelahnya, Ia kembali memberanikan diri untuk mengikuti pemilihan umum legislatif sebagai calon anggota DPR. Tidak salah lagi, melalui Pemilihan Umum tahun 2014, Adian berhasil melenggang di Senayan dan menduduki Komisi VII DPR RI, fraksi PDI Perjuangan dan berhasil meraup suara rakyat sebesar 35.589 suara di Dapil V, Bogor, Jawa Barat mengalahkan Fadli Zon.
6. Kegiatan Aktivis
Aktivis yang anti Prabowo ini adalah salah satu tokoh penggerak FORKOT (Forum Kota) pada tahun 1998. Kala itu, mahasiswa “garis keras” bergabung dalam FORKOT untuk menjatuhkan Presiden Soeharto di Era Reformasi. Forum ini pada akhirnya berhasil melengserkan kepemimpinan Presiden Soeharto karena gagasan Adian terkait pendudukan gedung DPR/ MPR. Rekam jejak aktivis politik ini dapat dikatakan melalui perjalanan yang cukup panjang.
Sebelum Ia berhasil menjatuhkan rezim Orde Baru, Ia seringkali tertangkap dan dipukuli lantaran saat itu Ia hanyalah seorang aktivis jalanan. Bahkan pada tahun 1995, Adian ditangkap dan sempat dimintai keterangan di Polres Jakarta Pusat lantaran dia tergabung dalam aksi solidaritas demonstrasi menuntut kasus Sri Bintang Pamungkas di Pengadilan Negeri Jakarta. Aksi tersebut dilakukan sejalan dengan aksi anti Soeharto di Jerman.
Tidak hanya berhenti sampai pada titik itu, Adian juga mendirikan sebuah posko non PDI Perjuangan pada tahun 1996. Posko tersebut diberikan identitas sebagai posko Pemuda Mahasiswa Pro Megawati yang berusaha menarik dan mengumpulkan dukungan untuk Ibunda Puan Maharani kala itu.
Pada 27 Juli 1996, aktivis penentang rezim Orde Baru ini kembali melakukan penyerangan di kantor DPP PDI Perjuangan bersama dengan pendukung Suryadi dan aparat keamanan yang saat itu juga turut bergerak melakukan perlawanan.
Sensasi aktivis pria kelahiran Manado ini juga kembali menggemparkan publik melalui aksi mogok makan tunggal yang Ia lakukan di tahun 2008 di mana pada saat itu umur reformasi sudah menginjak 10 tahun.
Selain itu, Ia juga sangat dikenal publik akibat kritikan kerasnya terhadap masa kepemimpinan SBY-Boediono. Kritikan pedas kerap kali Ia lontarkan bersama dengan LSM yang Ia dirikan yaitu BENDERA (Benteng Demokrasi Rakyat).
Aktivis ini merupakan salah satu aktivis penentang Prabowo Subianto karena menurutnya Prabowo turut bertanggung jawab atas hilangnya rekan-rekan sesama aktivisnya yang hingga saat ini belum juga ditemukan. Rekan-rekannya tersebut mulai hilang diduga karena diculik pada tahun 1997-1998 pada saat Prabowo Subianto menjabat sebagai Danjen Kopassus.
Sesaat setelah kejadian tersebut, Prabowo Subianto akhirnya dipecat dari dunia militer yaitu pada saat Prabowo sedang menjabat sebagai Panglima Kostrad. Tak heran jika kemudian Adian sangat anti dengan Prabowo Subianto.
Setelah membaca artikel di atas, apakah Anda sudah mengetahui siapakah tokoh politik yang berperan penting dalam penggulingan kekuasaan Orde Baru? Tokoh ini memang sangat berjasa di kancah politik Indonesia. Namanya mulai ramai diperbincangkan publik karena sikapnya yang terang-terangan anti Prabowo.
Sebagai generasi cerdas kita patut mengikuti rekam jejak para tokoh yang memiliki peran penting bagi negeri tercinta ini. Tentunya karena generasi cerdas adalah generasi yang peduli terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
Editor:
Mega Dinda Larasati
[/read]