“Jika dilihat dari namanya, mungkin ada banyak masyarakat yang bayangannya langsung tertuju pada nama gubernur DKI Jakarta yaitu Anies Baswedan.”
Apakah mereka ada hubungan darah? Memangnya siapa sih Abdurrahman Baswedan?
Cari tahu jawabannya dengan membaca artikel ini dari awal hingga selesai, agar Anda juga bisa mendapatkan wawasan menarik lainnya!
Nama Lengkap | Abdurrahman Baswedan |
Kebangsaan | Indonesia |
Tempat Lahir | Surabaya |
Tanggal Lahir | 9 September 2021 |
Profesi Utama | Diplomat, Jurnalis, dan Mubaligh |
Abdurrahman Baswedan atau yang lebih dikenal dengan nama A.R. Baswedan adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang mempunyai peran penting sebagai jurnalis, mubaligh, diplomat, dan sastrawan.
Ia menjadi salah satu diplomat pertama asal Indonesia yang berhasil memperoleh pengakuan secara de jure dan de facto bagi Republik Indonesia dari Mesir.
Kehidupan Pribadi
Abdurrahman Baswedan adalah anak dari seorang ayah bernama Awad Baswedan dan ibu Aliyah binti Abdullah bin Ahmad Djarhum.
Ia mempunyai istri bernama Sjaichun yang meninggal pada tahun 1948 karena terjangkit malaria.
Setelah itu, pada tahun 1950 Abdurrahman Baswedan menikah kembali dengan seorang wanita bernama Barkah Ganis yang merupakan seorang tokoh pergerakan wanita.
Dari pernikahannya, Abdurrahman Baswedan dikaruniai 11 anak dan 45 cucu.
Dua di antara cucu tersebut ada Anies Baswedan yang merupakan gubernur DKI Jakarta dan Novel Baswedan mantan seorang penyidik di KPK.
[read more]
Perjalanan Karier
Pada tanggal 1 Agustus 1934, Harian Matahari Semarang menyajikan tulisan Abdurrahman Baswedan mengenai orang-orang Arab.
Perlu diketahui pula bahwa Abdurrahman Baswedan adalah keturunan Arab yang lidahnya sudah medok dengan bahasa Jawa Surabaya.
Di tulisannya tersebut ia menyerukan pada orang keturunan Arab agar bersatu untuk membantu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Jadi, pada masa revolusi Abdurrahman Baswedan mengambil peran penting untuk mempersiapkan gerakan pemuda keturunan Arab agar bisa berperang melawan Belanda.
Pemuda-pemuda tersebut dipilih dan dilatih secara semi militer untuk mempersiapkan fisik agar bisa bertempur dengan baik.
Awalnya, Abdurrahman Baswedan bekerja dengan meneruskan usaha toko milik orang tuanya di Surabaya.
Namun, ia merasa tidak cocok dan lebih tertarik dengan dunia jurnalisme.
Ia pun mempelajari hal tersebut secara otodidak dan merasa sangat terbantu setelah bertemu dengan Salim Maskati yang merupakan wartawan pertama keturunan Arab.
Salim Maskati membantu Abdurrahman Baswedan dengan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PAI (Persatuan Arab Indonesia).
Ia sempat bekerja di Sin Tit Po, Soeara Oemoem milik dr. Soetomo, dan Harian Matahari.
Abdurrahman Baswedan termasuk wartawan pejuang yang sangat aktif menulis.
Tulisan-tulisannya seringkali tampil di beberapa media propaganda Indonesia dengan nama optimis dan positif.
Pada masa pendudukan Jepang, Abdurrahman Baswedan diangkat menjadi salah satu anggota dari Chuo Sangi In atau Dewan Penasihat Pusat yang dibentuk oleh Jepang dan diketuai Ir. Soekarno.
Menjelang kemerdekaan Indonesia, ia ikut serta menjadi salah satu anggota BPUPKI atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, ia menjadi salah satu anggota dari KNIP atau Komite Nasional Indonesia Pusat.
Bersama Rasyidi, Muhammad Natsir, Haji Agus Salim, dan St. Pamuncak, Abdurrahman Baswedan menjadi delegasi diplomatik Indonesia.
Ia melakukan berbagai usaha untuk mempengaruhi para pemimpin negara-negara Arab.
Usahanya ini mendapatkan hasil dengan pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Mesir secara de jure dan de facto.
Selain sebagai jurnalis dan diplomat, Abdurrahman Baswedan juga seorang mubaligh yang berawal dengan ikut berdakwah KH Mas Mansoer di berbagai daerah.
Kegiatan ini membantu kemampuan pidato Abdurrahman Baswedan semakin terasah dan itu terpakai ketika ia harus menyampaikan kampanye PAI.
Tidak hanya berpidato, ia juga menyampaikan dakwahnya melalui tulisan yang tercantum di beberapa majalah dan koran Islam.
Di bidang ini, ia pernah menjabat sebagai ketua Dewan Dakwah Islamiyah atau DDI cabang Yogyakarta.
Pada bulan Februari 1986, Abdurrahman Baswedan menyelesaikan naskah autobiografinya.
Dua minggu setelah itu kondisi kesahatannya semakin menurun dan akhirnya meninggal.
Ia dimakamkan di TPU Tanah Kusir bersama atau berdampingan dengan beberapa pejuang Indonesia yang menolak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
Dengan membaca biografi ini apakah pertanyaan Anda sudah terjawab?
Jika sudah, yuk cari informasi menarik lainnya di Forester Act Bahasa!
[/read]