“Hikayat adalah salah satu karya sastra lama melayu berbentuk prosa.”
Karya sastra yang ada di Indonesia memiliki berbagai bentuk dan jenisnya, seperti drama atau seni peran, cerita rakyat, karangan prosa, hingga karangan puisi. Jenis-jenis karya tersebut dibuat dengan mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan lingkungan pada saat itu. Salah satu karya sastra dengan jenis karangan prosa yang memiliki cerita yang khas adalah Hikayat.
Hikayat adalah karya prosa yang berasal dari masa lampau dan sebagian besar mengenai perihal kerajaan yang ada di Indonesia.
Cerita yang dibuat biasanya berlatar kerajaan dengan tokoh pangeran, raja, hingga prajurit kerajaan.
Karya sastra ini berbeda dengan jenis lainnya karena memiliki keanehan dalam alur ceritanya.
1. Pengertian Hikayat
Pengertian hikayat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar untuk meramaikan pesta.
Secara umum, hikayat adalah salah satu bentuk dari kesusastraan Melayu Aceh. Oleh karena itu, dalam hikayat terkandung bahasa Melayu Klasik yang sulit untuk dimengerti oleh pembacanya.
“Hikayat” asal katanya dari bahasa arab yaitu “Haka” yang berarti “bercerita atau menceritakan”. Karya sastra naratif kontemplatif ini ditulis dalam bahasa melayu dan berisi tentang sebuah kisah, cerita, maupun dongeng. Secara umum, hikayat menceritakan tentang kehebatan seseorang ditambah dengan kesaktian, keanehan, serta mukjizat tokoh utama.
Hikayat juga sering dikaitkan dengan cerita tentang istana kerajaan dengan tokoh prajurit serta unsur-unsur pendukungnya. Karya cerita ini tidak hanya berkembang di Indonesia, namun negara lain seperti Filipina, Brunei, Thailand, dan Malaysia juga memiliki cerita dengan jenis yang sama.
Melalui penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi hikayat adalah karya sastra prosa lama yang menceritakan sejarah dan ditulis dengan bahasa Melayu.
2. Tujuan
Hikayat yang menjadi karya sastra dominan pada zamannya, dibuat tergantung dari tujuannya. Ada hikayat yang dibuat bertujuan untuk menghibur pendengarnya, seperti Hikayat Hang Tuah yang dapat membuat para pendengar terhanyut dengan cerita di dalamnya.
Prosa lama ini dapat juga dibuat dengan tujuan untuk mendokumentasikan sesuatu seperti silsilah kerajaan tertentu.
Ada juga hikayat yang dibuat dengan jalan cerita tidak nyata atau dilebih-lebihkan dengan tujuan membuat musuh takut dengan kerajaan dalam cerita tersebut. Karya cerita ini biasanya diminta oleh sang raja sehingga seolah-olah kerajaannya lah yang paling perkasa. Hal ini dilakukan untuk menjaga kerajaannya dari serangan musuh-musuh yang mengancam keberadaannya.
[read more]
3. Fungsi Hikayat
Seperti yang tertulis dalam pengertian Hikayat menurut KBBI, fungsi dari karya sastra ini adalah sebagai pelipur hati gundah, pembangkit semangat untuk berjuang, atau sekadar hanya untuk meramaikan suatu pesta.
Fungsi dari karya sastra ini berkaitan dengan tujuan pembuatannya.
Biasanya pada zaman dahulu, karya ini diceritakan pada pesta kerajaan sebagai penghibur dan pembangkit semangat.
4. Karakteristik
Anda mungkin pernah membaca cerita tentang kerajaan di buku atau di internet dengan bahasa yang sulit dimengerti.
Bagaimana Anda dapat membedakan cerita tersebut termasuk hikayat atau hanya sekadar cerita biasa?
Anda harus memahami kekhasan atau karakteristik hikayat untuk membedakannya.
Terdapat lima karakteristik hikayat yang dapat dijadikan pembeda dengan cerita pendek, yaitu kemustahilan atau pralogis, anonim, kesaktian, istanasentris, dan arkais.
4.1 Kemustahilan atau Pralogis
Pertama, kemustahilan atau pralogis diartikan sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima oleh akal.
Banyak dari cerita hikayat mengandung hal yang tidak logis atau tidak dapat diterima nalar pendengar dan pembacanya.
Contoh dari karakteristik kemustahilan dalam hikayat adalah “bayi lahir disertai pedang dan panah” atau “seorang putri keluar dari gendang”.
4.2 Anonim
Kedua, anonim yang memiliki arti bahwa penulis dari karya sastra ini tidak diketahui jelas dan tidak dikenal.
Hal ini dikarenakan cerita hikayat yang disampaikan secara lisan dan menyebar secara turun temurun.
Namun sebagian besar hikayat muncul pada zaman peralihan sehingga menghasilkan sastra berunsur Hindu/Buddha dengan pengaruh Islam.
4.3 Kesaktian
Ketiga, kesaktian yang diartikan sebagai kekuatan dari tokoh-tokoh dalam cerita.
Contohnya pada kalimat hikayat “Raksasa memberi sarung kesaktian yang memungkinkan penggunanya berubah wujud dan juga kuda hijau yang memiliki kekuatan untuk mengalahkan Buraksa”.
Kalimat tersebut mengandung arti bahwa sarung kesaktian yang diberikan raksasa mengandung kekuatan untuk mengubah wujud penggunanya.
4.4 Istanasentris
Keempat, istanasentris yaitu berkisah tentang lingkungan istana.
Salah satu kekhasan dari cerita hikayat sebagai pembeda dari karya sastra lain adalah ceritanya seringkali bertema dan berlatar lingkungan kerajaan.
Hal tersebut dapat dilihat dari cerita yang seringkali berkisah tentang tokoh kerajaan seperti Pangeran, Raja, maupun Prajurit istana.
Contohnya adalah hikayat yang menceritakan tentang Pangeran Jayakarta yang bersembunyi di sebuah sumur tua.
4.5 Arkais atau Kuno
Kelima, arkais atau kuno mengandung arti bahasa yang digunakan pada masa lampau.
Seringkali bahasa dalam hikayat sudah jarang atau bahkan sudah tidak digunakan dalam berkomunikasi pada masa kini.
Contoh kosa kata lampau yang digunakan adalah hatta, bejana, syahdan, sebermula, dan masih banyak lagi.
5. Unsur-Unsur Hikayat
Seperti karya sastra lainnya, unsur-unsur hikayat terdiri dari dua, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur ini menjadi pendukung terciptanya hikayat. Unsur intrinsik membangun hikayat dari dalam, sedangkan unsur ekstrinsik membangun dari luar.
5.1 Unsur Intrinsik
Terdapat tujuh unsur intrinsik pembangun hikayat dari dalam, di antaranya tema, latar, alur, amanat, tokoh, sudut pandang, dan gaya.
Tema merupakan gagasan yang mendasari terciptanya sebuah cerita. Tema dalam karya sastra ini dapat berupa percintaan, keagamaan, hingga ekonomi, namun sebagian besar tema hikayat adalah keagamaan.
Latar merupakan keterangan yang menggambarkan cerita dalam hikayat. Latar yang dapat mendukung karya ini dapat berupa tempat, waktu, dan suasana. Latar tempat yang paling dominan digunakan pada karya sastra hikayat biasanya berupa istana kerajaan, sedangkan latar waktu yang paling dominan biasanya pada masa lampau.
Alur dan gaya merupakan unsur penting dalam sebuah cerita. Hal tersebut karena alur akan menentukan bagaimana bagian-bagian cerita akan membentuk sebuah jalinan cerita yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya, sedangkan gaya berkaitan dengan cara penulis menyajikan sebuah cerita.
Jika alur dalam cerita tidak tersusun dengan baik dan gaya yang digunakan tidak sesuai, maka akan membuat pendengar atau pembacanya kesulitan untuk memahami jalan cerita.
Tokoh merupakan pemeran-pemeran dalam cerita. Tokoh dalam cerita digambarkan dengan watak yang khas. Secara umum tokoh dibedakan menjadi protagonis, antagonis, dan tritagonis.
Sudut pandang merupakan bagaimana cara penulis menempatkan posisinya dalam cerita. Hal tersebut bergantung dari teknik penulis untuk menyampaikan cerita agar mudah dipahami.
Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Penulis dapat menyampaikan amanat secara jelas di akhir cerita atau tersirat di dalam cerita.
5.2 Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik diartikan sebagai hubungan cerita dengan unsur lingkungan cerita.
Secara umum berhubungan dengan latar belakang agama, adat, dan budaya setempat.
Di samping itu, terdapat nilai-nilai yang dapat menyusun hikayat, di antaranya nilai moral, nilai agama, nilai sosial, dan nilai budaya.
6. Klasifikasi dan Contoh Hikayat
Berdasarkan isinya, hikayat dibagi menjadi enam, yaitu cerita rakyat, epos India, cerita dari Jawa, cerita Islam, sejarah dan biografi, dan cerita berbingkat.
Sementara itu, berdasarkan daerah asalnya, hikayat dibagi menjadi empat, yaitu hikayat Melayu asli, hikayat dengan pengaruh Jawa, hikayat dengan pengaruh Hindu, dan hikayat dengan pengaruh Arab-Persia. Di bawah ini adalah salah satu contoh hikayat dengan judul Hikayat Cendrawasih.
Hikayat Cendrawasih
Sahibul hikayat telah diriwayatkan dalam Kitab Tajul Muluk, mengisahkan seekor burung yang bergelar burung cenderawasih. Adapun asal usulnya bermula dari kayangan.
Menurut kebanyakan orang lama yang arif mengatakan ianya berasal dari syurga dan selalu berdamping dengan para wali. Memiliki kepala seperti kuning keemasan.
Dengan empat sayap yang tiada taranya. Akan kelihatan sangat jelas sekiranya bersayap penuh adanya. Sesuatu yang sangat nyata perbedaannya adalah dua antena atau ekor ‘areil‘ yang panjang di ekor belakang.
Barangsiapa yang melihatnya pastilah terpegun dan takjub akan keindahan dan kepelikan burung cenderawasih.
Amatlah jarang sekali orang memiliki burung cenderawasih. Ini kerana burung ini bukanlah berasal dari bumi ini. Umum mengetahui bahawa burung Cenderawasih ini hanya dimiliki oleh kaum kerabat istana saja.
Hatta mengikut sejarah, kebanyakan kerabat-kerabat istana Melayu mempunyai burung cenderawasih. Mayoritas para peniaga yang ditemui mengatakan ia membawa tuah yang hebat.
Syahdan dinyatakan lagi dalam beberapa kitab Melayu lama, sekiranya burung cenderawasih turun ke bumi nescaya akan berakhirlah hayatnya.
Dalam kata lain burung cenderawasih akan mati sekiranya menjejak kaki ke bumi. Namun yang pelik lagi ajaibnya, burung cenderawasih ini tidak lenyap seperti bangkai binatang yang lain.
Ini kerana ia dikatakan hanya makan embun syurga sebagai makanannya. Malahan ia mengeluarkan bau atau wangian yang sukar untuk diperkatakan. Burung cenderawasih mati dalam pelbagai keadaan. Ada yang mati dalam keadaan terbang, ada yang mati dalam keadaan istirahat dan ada yang mati dalam keadaan tidur.
Walau bagaimanapun, Melayu Antique telah menjalankan kajian secara rapi untuk menerima hakikat sebenarnya mengenai Burung Cendrawasih ini.
Mengikut kajian ilmu pengetahuan yang dijalankan, burung ini lebih terkenal di kalangan penduduk nusantara dengan panggilan Burung Cenderawasih.
Bagi kalangan masyarakat China pula, burung ini dipanggil sebagai Burung Phoenix yang banyak dikaitkan dengan kalangan kerabat istana Maharaja China.
Bagi kalangan penduduk Eropa, burung ini lebih terkenal dengan panggilan ‘Bird of Paradise‘. Secara faktanya, asal usul burung ini gagal ditemui atau didapat hingga sekarang.
Tiada bukti yang menunjukkan ianya berasal dari alam nyata ini. Namun satu lagi fakta yang perlu diterima, burung cenderawasih turun ke bumi hanya di Irian Jaya (Papua sekarang), Indonesia saja.
Tetapi yang pelik namun satu kebenaran burung ini hanya turun seekor saja dalam waktu tujuh tahun. Dan ia turun untuk mati.
Sesiapa yang menjumpainya adalah satu tuah. Oleh itu, kebanyakan burung cenderawasih yang anda saksikan mungkin berumur lebih dari 10 tahun, 100 tahun atau sebagainya. Kebanyakkannya sudah beberapa generasi yang mewarisi burung ini.
Telah dinyatakan dalam kitab Tajul Muluk bahawa burung cenderawasih mempunyai pelbagai kelebihan. Seluruh badannya daripada dalam isi perut sehinggalah bulunya mempunyai khasiat yang misteri. Kebanyakannya digunakan untuk perubatan. Namun ramai yang memburunya kerana ‘tuahnya’.
Burung cenderawasih digunakan sebagai ‘pelaris’. Baik untuk pelaris diri atau perniagaan. Sekiranya seseorang memiliki bulu burung cenderawasih sahaja pun sudah cukup untuk dijadikan sebagai pelaris.
Mengikut ramai orang yang ditemui memakainya sebagai pelaris menyatakan, bulu burung cenderawasih ini merupakan pelaris yang paling besar.
Hanya orang yang memilikinya yang tahu akan kelebihannya ini. Namun yang pasti burung cenderawasih bukannya calang-calang burung. Penuh dengan keunikan, misteri, ajaib, tuah.
Bagaimana? Menarik bukan karya sastra yang satu ini. Ayo tingkatkan minat membaca dan belajar sastra Indonesia!
[/read]