Biografi Adhitia Sofyan, Musisi Romantis Indonesia

Industri musik saat ini telah berkembang pesat dengan banyaknya genre musik yang semakin beragam. Genre musik yang semakin berkembang di Indonesia membuat beragam karya musik Indonesia juga semakin besar. Salah satu genre musik yang diminati yaitu genre musik akustik yang telah mendapatkan tempat di hati masyarakat. Siapa yang tidak mengetahui Adhitia Sofyan saat ini?

Pasti semua telah mengenal dia dari karya-karya musiknya yang enak didengar. Adhitia Sofyan merupakan penyanyi bergenre musik akustik yang sekarang namanya semakin melejit baik di kancah nasional bahkan Internasional. Karya-karyanya semakin dikenal masyarakat luas dan semuanya diterima dengan baik.

Biografi Adhitia Sofyan

Nama Lengkap Adhitia Sofyan
Kebangsaan Indonesia
Tempat Lahir Bandung
Tanggal Lahir 6 November 1977
Pendidikan Terakhir KvB Raffles Collage
Profesi Utama Penyanyi, Creative Director
Prestasi / Pencapaian Favorite Singer-Song writer dan Favorite Solo Artist dalam acara Indonesian Cutting Edge Music Award pada tahun 2010

1. Kehidupan Pribadi

Adhitia Sofyan lahir di Bandung, 6 November 1977. Dia sangat gemar bermain gitar, membaca novel, penggemar berat Hiruki Murakami, dan mempuyai mimpi berkeliling dunia untuk memainkan musik di depan banyak orang. Di bidang musik, dia mengidolakan Nick Drake, Glenn Hansard, Fionn Regan, City and Colour, Lucy Rose, Iron and Wine, The Stave, dan Tallest Man On Earth.

Saat ini dia sudah mempunyai keluarga kecil bersama istrinya, Lim Fahima. Pasangan ini sudah dikaruniai dua orang anak yang bernama Maleeka Kendra Adithia dan Kairo Hira Adithia. Lim Fahima merupakan Founder dan CEO dari Queenrides.

Queenrides merupakan sebuah platform online maupun offline yang bergerak di bidang pemberdayaan perempuan untuk berkendara dengan aman baik untuk dirinya pribadi, keluarga, maupun lingkungannya.

[read more]

Queenrides didirikan bermula dari keprihatinan Lim terhadap tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan perempuan. Selain itu, alasan lainnya karena dunia otomotif yang cenderung mendiskriminasi perempuan dengan menganggap hanya laki-laki yang harus mengetahui dunia otomotif dan industri transportasi.

Adanya Queenrides diharapkan angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan perempuan berkurang dan bertambahnya pengetahuan perempuan dalam bidang otomotif dan industri transportasi sehingga tidak ada lagi diskriminasi gender.

Komunitas Queenrides ini sudah berhasil membangun relasi sampai 230 ribu perempuan dan dinobatkan sebagai startup paling kreatif di Asia oleh World Economic Forum. Tidak hanya itu, banyak penghargaan-penghargaan yang telah diterima oleh Lim Fahima yaitu Young World Changers oleh World Economic Forum Davos 2019, masuk dalam 10 Indonesia Young Leaders penerima Biography President Jokowi, 10 ASEAN Entrepreneurs 2015 oleh ASEAN Entrepreneurs Community, 10 Internasional Young Creatif Entrepreneur 2007 oleh British Council, 25 Asia Best Young Entrepreneur 2009 oleh Business Week Magz, dan Femina-Loreal Best Mum 2009.

Adhitia Sofyan dan sang istri selalu mengajarkan toleransi kepada kedua buah hatinya karena maraknya isu-isu radikalisme saat ini. Mereka selalu mengedepankan komunikasi dengan buah hati agar informasi yang kedua buah hatinya dengar tidak semata-mata langsung diserap, tapi harus disortir baik buruknya.

Mereka selalu memberikan contoh dengan perbuatan mereka untuk mendidik anak-anak, seperti memperlihatkan kepada sang anak untuk luwes dalam bergaul dan tidak membeda-bedakan teman bergaul dengan batasan-batasan tertentu. Mereka juga mengajarkan agar anak-anak mereka melihat suatu perbedaan dengan mengambil sesuatu yang dinilai baik dan meninggalkan sesuatu yang buruknya.

2. Perjalanan Karier Adhitia Sofyan

Adhitia Sofyan telah menyelesaikan studinya KvB Raffles Collage di Sydney Utara mempelajari desain grafis dan multimedia pada tahun 1999. Dia memulai karier pada akhir bulan November 2000 dengan bekerja di industri periklanan Matari Adversiting sebagai desainer grafis hingga akhirnya pada tahun 2003 dia diangkat menjadi Senior Art Director di JWT Adversiting Jakarta.

Pada tahun 2005, Adhitia Sofyan dan istrinya bersama-sama membangun “Virus Communication and Virtual Consulting. Virus Communication and Virtual Consulting merupakan sebuah perusahaan konsultan online yang menjadi perusahaan solusi bisnis digital berbentuk online sales, manajemen relasi dengan konsumen, komunitas, dan juga dapat dengan media sosial.

Perjalanan kariernya akhirnya melebar ke industri musik Indonesia. Bermula pada tahun 2007 dia menciptakan beberapa lagu yang masuk ke dalam album mininya. Lagunya yang berjudul “Adelaide Sky” dan “Memilihmu” berhasil memuncaki tangga lagu radio Nubuzz FM. Bahkan lagu “Adelaide Sky” menjadi Soundtrack film “Kambing Jantan: The Movie” yang menjadikan nama Adithia Sofyan semakin dikenal oleh masyarakat luas.

Semua albumnya pun tidak hanya dijual dalam negeri, namun juga dijual di Jepang. Selama di industri musik ini, Adithia Sofyan sudah melaksanakan tiga kali tour ke Jepang yaitu pada tahun 2011, 2015, dan 2016. Dia juga pernah tampil tiga kali di Singapura yaitu di Festival Musik Mosaik yang terkenal di Esplanade.

3. Diskografi Adhitia Sofyan

Diskografi Adhitia Sofyan saat ini sudah banyak dan semuanya mempunyai daya tariknya masing-masing. Dia memiliki tiga mini album dan lima album selama perjalanan karier musiknya sampai saat ini. Mini album pertamanya berjudul “I’m Not Getting Any Slimmer, So Here We Go” yang dirilis pada tahun 2008. Album ini bergenre Akustik terdiri dari 5 lagu yaitu: Adelaide Sky, Memilihmu, In To You, Reality, dan WYL (Without Your Love).

Pada mini album pertama ini dia belum bergabung dengan label musik manapun (Self-released) sampai akhirnya pada tahun 2009 Adithia Sofyan merilis album pertamanya yang berjudul “Quiet Down” melalui label musik Zapato Records. Album ini pun bergenre Akustik dan terdiri dari 11 lagu termasuk 5 lagu yang ada di mini album I’m Not Getting Any Slimmer, So Here We Go. Lagu lainnya di album ini adalah Blue Sky Collapse, Invisible, Deadly Storm Ligthning Thunder, Greatest Cure, Number One dan City of Flowers.

Pada tahun 2009 juga Adhitia Sofyan merilis mini albumnya yang kedua dengan judul “Live From His Bedroom” yang bergenre Akustik. Mini album ini terdiri dari 5 lagu dengan 4 lagu lainnya telah dirilis di album Quiet Down yaitu Adelaide Sky, Blue Sky Collapse, Deadly Storm Ligthning Thunder, dan Number One. Lagu baru yang terdapat di mini album ini yaitu Carnival.

Album keduanya dirilis pada tahun 2010 yang berjudul “Forget Your Plans”. Album ini juga bergenre Akustik dan terdiri dari 12 lagu yaitu Forget Jakarta, Carnival, After The Rain, Immortal Mellow, Don’t Look Back, Gaze, Bandaged, Secret, Midnight, Dark Side, In To The Light, dan The Stalker. Label musik yang merilis album keduanya ini adalah Demajors.

Album ketiganya dirilis pada tahun 2012 yang berjudul “How To Stop Time”. Album ini terdiri dari 11 Lagu yaitu Tokyo Lights Fade Away, Mother, Promise, Place I’ll Never Be, Rainbows & Starlight, World Without A Sky, Secrets of The World, September, Sudden Wonderland, You’re In Town, dan Words & Stories.

Album keempatnya dirilis pada tahun 2016 yang berjudul “Silver Painted Radiance”. Album ini terdiri dari 10 lagu yaitu: Find Who You Are, Our Constellation, Home Away From Home, Agony of Defeat, Rocket Ship, Places, Loneliest Days, Starting This Feeling, Silver Painted Radiance, dan World Will End.

Pada tahun 2007, dia merilis mini album yang berjudul “8 Tahun”. Mini album ini terdiri dari 5 lagu yaitu Seniman, Naik Kereta Senja, Dan Ternyata, Sesuatu di Jogja, dan 8 Tahun.

Pada tahun 2019, dia kembali membuat album baru yang berjudul “Chronicles of You”. Album ini baru keluar dalam bentuk digitalnya saja. Lagu-lagu dalam album ini yaitu Across This Million Stars, Invisible Relationship, Pesan di Balik Awan, Analog Camera, Dunia Paralel, dan Isn’t It Obvious.

4. Penghargaan

Adhitia Sofyan sudah dapat berbagai penghargaan selama berkecimpung di industri musik tanah air ini. Dia dinobatkan sebagai Favorite Solo Artist dan Favorite Singer-Songwriter pada Indonesian Cutting Edge Music Award pada tahun 2010. Pada tahun 2012, dia masuk nominasi sebagai Favorite Solo Artist dan Best Song pada Indonesian Cutting Edge Music Award. Dia juga masuk dalam 2 nominasi pada Anugerah Musik Indonesia pada tahun 2016.

Semakin beragamnya genre musik dan semakin baiknya kualitas musik di Indonesia saat ini, maka industri musik tanah air mampu bersaing dengan musik-musik internasional. Karya-karya putra putri bangsa Indonesia dalam perindustrian ini tidak boleh diragukan lagi dan harus didukung agar lebih mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.

 

Editor:

Mega Dinda Larasati

[/read]