Kaidah Ejaan: Pengertian, Tujuan, Fungsi, Sejarah, dan Contoh

“Kaidah ejaan penting untuk dipahami agar dapat berbahasa dengan baik.”

Belajar Bahasa Indonesia memang tiada habisnya, tidak cukup hanya dipelajari di bangku sekolah maupun perguruan tinggi. Apalagi untuk Anda yang berprofesi sebagai penulis, reporter, penyunting naskah, dan pekerjaan lain yang butuh memahami lebih dalam tentang Bahasa Indonesia secara redaksional. Ada hal penting yang harus Anda perhatikan dan pelihara betul tentang ketepatan dan kebenarannya yakni tentang kaidah ejaan.

Pada artikel kali ini, kita akan kupas tuntas mengenai kaidah ejaan Bahasa Indonesia.

Sebagai sub-pelajaran Bahasa Indonesia, hal ini tidak hanya harus dimengerti oleh para mahasiswa jurusan sastra tapi sebaiknya dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia utamanya yang pekerjaan sehari-harinya erat kaitannya dengan kepenulisan.

Selain itu, memahami kaidah juga diperlukan untuk melestarikan Bahasa Indonesia agar senantiasa utuh dan benar.

Berikut adalah panduan lengkap mengenai kaidah ejaan yang meliputi tujuan, fungsi, sejarah, serta contohnya.

Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia

1. Pengertian Kaidah Ejaan

Kaidah adalah rumusan asas yang menjadi hukum, merupakan sebuah aturan yang sudah pasti dan dapat dijadikan patokan atau dalil bagi siapapun yang memakainya.

Sementara ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi baik kata, frasa, kalimat, dan lainnya ke dalam bentuk tulisan atau huruf-huruf serta aturan mengenai tanda baca.

Secara etimologis, definisi ejaan ini lebih menekankan pada segi historisnya yakni dengan mempertahankan unsur yang tidak direalisasikan dalam sistem bunyi suatu bahasa.

Secara singkat, pengertian kaidah ejaan adalah keseluruhan peraturan yang melambangkan bunyi ujaran, penataan kata meliputi pemisahan dan penggabungan kata, penulisan atau tata kata secara rinci termasuk unsur serapan, huruf, dan tanda baca.

2. Tujuan Ejaan

Tujuan adanya aturan kaidah ejaan ini adalah untuk memberi pengertian pada tulisan agar lebih jelas dan memudahkan pembaca untuk memahami informasi yang disampaikan secara tertulis.

[read more]

3. Fungsi Ejaan

Fungsi ejaan yang utama adalah untuk menunjang pembakuan tata bahasa Indonesia baik kaitannya dengan kosa kata maupun dengan peristilahan. Ejaan sangat penting dan perlu untuk diprioritaskan.

Adapun fungsi ejaan secara khusus adalah sebagai berikut:

  1. Sebagai landasan pembakuan tata bahasa
  2. Sebagai landasan pembakuan kosa kata dan peristilahan
  3. Sebagai alat penyaring dari masuknya unsur-unsur bahasa lain baik secara kosa kata maupun istilah ke dalam Bahasa Indonesia

4. Sejarah Ejaan

Bicara tentang kaidah ejaan, tidak terlepas dari perkembangan tata bahasa Indonesia sejak dulu hingga sekarang. Sistem ejaan yang ada saat ini merupakan bentuk yang paling mutakhir dan disempurnakan dari ejaan pada masa-masa sebelumnya.

Berikut adalah perkembangan dan sejarah ejaan Bahasa Indonesia secara singkat:

4.1 Ejaan Van Ophuijsen

Ejaan Van Ophuijsen ditetapkan tahun 1901, ejaan ini menetapkan Bahasa Melayu dengan huruf latin. Dirancang oleh Ch. A. Van Ophuijsen yang dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Thaib Soetan.

Aturan dan contoh mengenai ejaan ini dijelaskan lebih rinci pada sub bab contoh.

4.2 Ejaan Suwandi

Ejaan Soewandi atau dikenal sebagai ejaan republik diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 untuk menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Aturan dan contoh mengenai ejaan ini dijelaskan lebih rinci pada sub bab contoh.

4.3 Ejaan Pembaruan

Diprakarsai oleh Prof. M. Yamin, ejaan pembaruan diresmikan pada tahun 1954 untuk menggantikan yang sebelumnya.

Pada waktu itu disarankan agar satu bunyi satu huruf, penetapan hendaknya dilakukan oleh badan yang kompeten, serta ejaan hendaknya praktis namun tetap ilmiah.

Aturan dan contoh mengenai ejaan ini dijelaskan lebih rinci pada sub bab contoh.

4.4 Ejaan Melindo

Kongres Bahasa Indonesia II Medan pada tahun 1959 memutuskan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perumus pada sidang ini adalah Slamet Mulyana dan Syed Nasir bin Ismail.

Aturan dan contoh mengenai ejaan ini dijelaskan lebih rinci pada sub bab contoh.

4.5 Ejaan LBK

Tahun 1966 adalah puncak dari perkembangan politik selama bertahun-tahun yang mengurungkan peresmian ejaan Melindo. Seminar sastra 1968 membentuk konsep ejaan Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK). Aturan dan contoh mengenai ejaan ini dijelaskan lebih rinci pada sub bab contoh.

4.6 Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)

Berlaku sejak 23 Mei 1972, Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) merupakan ejaan yang paling masyhur dan awet digunakan. Beberapa pertimbangan sejak era awal adalah sebagai berikut.

  1. Pertimbangan teknis, setiap fonem dilambangkan satu huruf
  2. Pertimbangan praktis, disesuaikan dengan keperluan
  3. Pertimbangan ilmiah, perlambangan mencerminkan studi yang mendalam tentang kenyataan sosial linguistik yang berlaku
  4. Pertimbangan konotatif, bunyi menunjukkan perbedaan makna
  5. Pertimbangan politis, keterlibatan pemerintah menghendaki penertiban tata istilah yang ada

Aturan dan contoh mengenai ejaan ini dijelaskan lebih rinci pada sub bab contoh.

Informasi lebih mendalam untuk bagian sub judul ini dapat dilihat dalam artikel Sejarah Ejaan Bahasa Indonesia.

5. Pemakaian Huruf

Sistem penghurufan atau pemakaian huruf adalah submateri dalam kaidah ejaan Bahasa Indonesia yang penting untuk diperhatikan.

Dalam artikel ini hanya akan dibahas mengenai kaidah penggunaan huruf kapital dan penggunaan huruf miring. Kaidah penulisan lainnya akan dibahas lebih lengkap dalam satu artikel khusus.

5.1 Kaidah Ejaan untuk Huruf kapital

Huruf kapital digunakan pada beberapa aspek, yaitu:

  1. Huruf pertama pada awal kalimat harus kapital.
  2. Lambang pada unsur-unsur kimia seperti pH dan pOH harus diperhatikan huruf kapitalnya dan tidak boleh diletakkan di awal kalimat.
  3. Setiap kata dalam judul buku atau terbitan berkala diawali dengan huruf kapital, kecuali kata penghubung atau kata tugas: dan, dengan, yang, ke, di, untuk, dari, terhadap, sebagai, tetapi, dalam, berdasarkan, antara, melalui, secara yang tidak terletak pada awal kalimat.
  4. Nama bangsa, bahasa, orang, hari, bulan, tarikh atau ketentuan waktu, peristiwa sejarah, dokumen resmi, takson makhluk di atas genus, lembaga, gelar, jabatan, serta pangkat yang diikuti dengan nama orang atau tempat juga diawali huruf kapital.
  5. Setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada judul buku dan nama bangsa, dan lain-lain seperti yang dimaksud pada poin ke 2) dan 3) di atas diawali dengan huruf kapital. Contoh: Undang-Undang Dasar 1945, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
  6. Nama-nama geografi, yakni sungai, kota, provinsi, negara, dan pulau menggunakan huruf kapital. Contoh: Sungai Nil, Danau Kelimutu, Pulau Sumatera, Gunung Semeru. Adapun untuk nama istilah atau jenis seperti bakso malang, badak lampung, gula jawa tidak menggunakan huruf kapital. Kemudian bentuk dasar kata turunan juga tidak menggunakan huruf kapital seperti kearab-araban dan mengindonesiakan.
  7. Penulisan nama orang pada hukum, dalil, uji, dan metode menggunakan huruf kapital. Contoh: hukum Newton, uji Duncan, atau analisis Fourier.
  8. Untuk penamaan rancangan, proses, uji, atau metode yang tidak diikuti nama orang ditulis dengan huruf kecil, misalnya: uji kelayakan. Apabila penamaan disingkat, singkatannya ditulis dengan huruf kapital, misalnya: air susu ibu (ASI).

5.2 Kaidah Ejaan untuk Huruf Miring

Huruf miring atau huruf italik disebut dengan kursif. Jika diketik atau ditulis tangan, kemiringannya ditandai dengan garis bawah tunggal. Huruf miring digunakan pada aspek berikut:

  1. Kata dan ungkapan asing yang belum dibakukan. Contoh: ad hoc, et al, in vitro, status quo.
  2. Konstanta dan peubah yang tidak diketahui dalam matematika. Contoh: n, i.
  3. Penegasan atau mengkhususkan bagian kata atau kepala kata. Contoh: “Dia tidak ditikung, tetapi menikung” dan “Bab ini tidak akan membicarakan tentang aljabar”
  4. Kata atau istilah yang diperkenalkan untuk diskusi khusus menggunakan huruf miring, misalnya kakas atau citraan.
  5. Kata atau frase yang diberi penekanan. Contoh: Buat kalimat dengan kata cinta.
  6. Pernyataan rujukan silang dalam indeks. Contoh: lihat dan lihat juga.
  7. Judul buku atau terbitan berkala yang disebutkan dalam tubuh tulisan dan daftar pustaka. Contoh: majalah Bobo, buku Dilan 1991, surat kabar Jawa Pos.
  8. Nama istilah seperti genus, spesies, varietas, dan forma makhluk. Contoh: bakteri Escherichia coli. Akan tetapi, nama ilmiah takson di atas tingkat genus tidak ditulis dengan huruf miring. Contoh: Felidae, Moraceae.

6. Contoh

Adapun aturan beserta contoh-contoh ejaan menurut perkembangan dan sejarah Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

6.1 Contoh Ejaan Van Ophuijesen

  1. Kata koe (akoe), kau, ke, se, dan di ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Contoh: koepakai, kaulihat, seekor, kemasjid, diambil.
  2. Kata poen- dihubungkan dengan kata sebelumnya. Contoh: Sekalipoen akoe tiada sudi datang keroemah kau.
  3. Ke- dan se- merupakan awalan. Contoh: kedua, sesungguhnja.
  4. Awalan ber-, ter-, per- yang dirangkai dengan kata dasar berawalan huruf r akan luluh. Contoh: beroending, terasa.
  5. Akhiran -i diberi tanda ~ jika bertemu dengan kata berakhiran huruf a. Contoh: mewarnaĩ

6.2 Contoh Ejaan Suwandi

  1. Huruf oe diganti u. Contoh: atoeran menjadi aturan
  2. Bunyi hamzah dan bunyi sentak diganti huruf k. Contoh: tidak, rakjat
  3. Pengulangan diberi angka 2. Contoh: ikan2, tjinta2an
  4. Kata dasar huruf e (e pepet dalam Bahasa Jawa) boleh dihilangkan. Contoh: menteri menjadi mentri. Namun untuk kata berimbuhan tidak dihilangkan. Contoh: perangkap tidak boleh menjadi prangkap.

6.3 Contoh Ejaan Pembaruan

  1. Bunyi ai, oi, au, berubah penulisannya menjadi ay, oy, aw. Contoh: santai menjadi santay.
  2. Huruf baru mulai muncul yakni dj menjadi j, tj menjadi ts, ng menjadi ŋ, nj menjadi ń, sj menjadi š. Contoh: Sarung menjadi saruŋ
  3. Fonem h yang terletak di depan dihilangkan dan dapat pula dihilangkan jika terdapat di antara dua vokal yang berbeda. Contoh: hutang menjadi utang, tahun menjadi ta-un
  4. Konsonan rangkap pada akhir kata dihilangkan. Contoh: president menjadi presiden
  5. Partikel -pun ditulis terpisah. Contoh: sekalipun = sekali pun = satu kali saja
  6. Kata berulang yang memiliki arti tunggal ditulis tanpa tanda hubung sedangkan yang jamak menggunakan tanda hubung. Contoh: alunalun, bapak-bapak

6.4 Contoh Ejaan Melindo

  1. Muncul huruf baru yakni c menggantikan tj, dan nc menggantikan nj. Contoh: tjinta menjadi cinta
  2. Muncul fonem f, ś, z. Contoh: fikiran, śair, zakat.
  3. Ejaan kata yang menggunakan tanda fonem lain dari yang sudah ditetapkan sebagai fonem Melindo dianggap kata asing. Contoh: varia, universitas

6.5 Contoh Ejaan LBK

  1. Ada enam vokal (i, u, e, ɘ, o, a)
  2. Diftong tetap
  3. Di- dan ke- dibedakan preposisi dan imbuhan. Contoh: Di masjid dilaksanakan acara akad nikah.
  4. Kata ulang ditulis secara lengkap menggunakan tanda hubung. Contoh: kupu-kupu, murid-murid
  5. Beberapa istilah asing diubah. Contoh: guerilla menjadi gerilya, extra menjadi ekstra, qalb menjadi kalbu

6.6 Contoh Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD)

  1. Diresmikan pemakaian huruf f, v, z, q, x. Contoh: frustasi, variabel, zakar, quran, xenofil
  2. Diresmikan pemakaian huruf kapital dan huruf miring. Contoh: Kantor Urusan Agama (KUA)
  3. Diresmikan penggunaan kata dasar, kata turunan, kata ulang, kata majemuk, kata ganti (ku, mu, -nya), kata depan (di-, ke-, dan, dari), kata si dan sang, partikel dan akronim, angka, dan lambang bilangan.
  4. Diresmikan penulisan unsur serapan. Contoh: editor
  5. Diresmikan penggunaan tanda baca (, . ; : – _ ? ! ” ” /). Contoh: Hai! Apa kabar?

 

Setelah penjelasan lengkap di atas, sekarang saatnya Anda praktik.

Seberapa mahirkah Anda dalam menguasai Bahasa Indonesia?

Ingat, meskipun tidak banyak digunakan dalam percakapan sehari-hari, hal ini sangat berguna untuk menulis naskah maupun karya ilmiah.

Semangat terus untuk belajar bahasa ibu ya!

[/read]